Aku
bingung dengan dunia kampus
Masyarakat
kampus…
Mereka
memiliki kesibukan masing-masing. Ada yang sibuk dengan tugas-tugas kuliah
ataupun mengejar IP yang tinggi disetiap semesternya, ada yang sibuk di
beberapa organisasi seperti BEM, LDK, dan lain sebagainya.
Aku, yang
baru semester 1 saat itu masih penuh dengan rasa penasaran bagaimana
sebenanrnya menjadi mahasiswa yang baik. Akhirnya ku ikuti beberapa organisasi
di kampus seperti Rohis Fakultas,Rohis Jurusan,dan Hima. Cuma 3? Ya, kupikir
itu saja cukup. Walaupun masih ada banyak organisasi yang ingin ku ikuti. Pada
awalnya, menjalankan amanah itu terasa enteng dan biasa-biasa saja. Tapi, suatu
ketika jika ada kegiatan yang kebetulan berbarengan. Masya Allah, ternyata
sulit juga untuk membagi waktunya anatara kuliah, dengan organisasi-organisasi
lainnya. Kupaksakan diri untuk mengikuti semua acara, meski sering kali di Hima
mengadakan rapat hingga larut malam, esok harinya lansung syuro di Rohis.
Setiap hari selalu seperti itu. Hingga lupa diri dengan kondisi badan yang
kerap kali kehujanan saat pulang dari kampus malam hari. Kondisi tubuh tidak
terurus, tugas kuliahpun menumpuk. Aku, lebih senang tidur setelah pulang
kuliah, dan bangun pada saat dini hari untuk mengerjakan semua tugas-tugas
kuliah. Suasana saat-saat seperti itu memang kondusif, karena tak ada kicauan
dari temen-temen kost yang amat sangat berisik sekali dari menjelang magrib
sampai ba’da Isya. Ya, memang seperti itulah kost cewe.
Di hima,
aku menemukan sebuah titik kejenuhan. Mengapa? Jujur, rapat malam hari itu
membuatku risih! Aku perempuan berhijab rasanya malu bila harus pulang malam. Rasa
takut juga sering kali kuhadapi sebagai perempuan yang berjalan di tengah malam
yang kerap kali banyak lelaki yang berkerumunan di pinggir jalan. Belum lagi
jarak antara kampus dan kost ku lumayan
jauh. Hhhmmm,,, jalani saja lah, jangan banyak mengeluh. Bismillah, dengan
niatku semoga tidak terjadi apa-apa.
Kalau
cerita di rohis… begini nih, aku menemukan ukhuwah yang begitu kuat di dalam
rohis. Mereka semua ramah pada ku, sering kali aku mengikuti kajian-kajian
kerohanian. Pada awalnya, aku masih nyaman-nyaman saja mengikuti semua
kajian-kajiannya, tapi semenjak semester 2 ini kok ada sesuatu yang menjanggal
di hati ya? Setelah kutelusuri ternyata benar! Mereka adalah golongan aktivis
dakwah yang membawa bendera partai politik. Aku mulai agak sedikit kurang sreg nih. Selain itu, aku
mendapat informasi dari salah seoarng akhwat yang tinggal di pondok,
menjelaskan kalau mereka itu memang sedikit berbeda dengan kita. Hah? Berbeda? Iya.
Jika aku melihat sudut pandang torikot seseorang dari NU, mereka memang
terelihat berbeda. Tetapi, berbeda bukan berarti menyimpang. Seorang akhwat
yang menutupi auratnya dengan pakaian longgar, jilbab lebar, memakai manset
tangan, dan kaos kaki kata nya mah bukan dari NU. Ah? Masa? Tapi aku seperti
itu. Bukankah aurat perempuan memang harus ditutupi semuanya kecuali muka dan
telapak tangan? Itu memang syar’I menurutku, jadi tidaklah harus
dipermasalahkan dengan jilbab lebar. Terus mana yang salah?
Ikhwannya
pun memakai celana yang agak sedikit naik dari mata kaki. Aku berfikir, ya
syah-syah saja mungkin karena celana mereka biar enggak kotor gitu. Bagiku itu
tak masalah aslkan dia menutup auratnya dari puser hingga lututnya. Jadi
perbedaan itu tak membuatku risih. Tetapi, satu hal yang tak pernah kulihat
dari mereka. Mengapa tak terlihat wirid berjama’ah setelah sholat? Mengapa tak
ada lagu-lagu sholawatan yang kudengar dari Hp, atau laptopnya? Membaca
perzanji pun aku tak pernah kulihat mereka mebacanya? Kenapa yah? Aku yang
notabene nya dari keluarga yang bertorikot Nahdlatul Ulama ya memang agak sedikit
aneh melihat kondisi itu. Pada saat aku menyebutkan salah satu pondok ahli
sunnah wal jama’ah, mereka sepertinya tak menyukai. Lalu. Kenapa? Aku jadi
bingung…
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking