24 Mei 2013

JILBABMU ADALAH KECANTIKANMU ^_^


Apakah makna Jilbab?
          Jilbab (jamak nya “jalabib”) ialah sejenis baju kurung yang longgar, yang dapat menutup kepala, leher, dan dada.
Wanita memakai jilbab diibaratkan sebagai dagangan (kue) yang di taruh di etalase yang tidak boleh dipegang sebelum dibeli dan yang pasti juga nilainya lebih terhormat. Sedangkan wanita yang tanpa jilbab, diibaratkan sebagai barang obralan atau kue di pinggiran jalan, yang bisa dipegang sana-sini, dan yang pasti harganya lebih murah.  Sehingga dari pandangan si pembeli (lelaki) kebanyakan mereka enggan macam-macam dengan wanita berjilbab. Karena harga diri itu objek kecantikannya.
Namun, kue yang ditaruh di etalase tersebut, jika mengalami kebusukan maka akan lebih jelas tampak daripada kue di pinggiran jalan. Hal ini menceriminkan bahwa wanita muslimah yang memakai jilbab, jika terlihat kesalahannya sedikit saja oleh orang lain, maka pandangan orang lain yang melihat pada wanita berjilbab itu akan buruk. Sebagai contohnya : ketika ada seorang akhwat  melepas jilbabnya pada saat keluar rumah, maka orang lain memandang akhwat tersebut sudah tidak baik lagi. Bahkan lebih buruk dari wanita yang sudah terbiasa membuka auratnya ketika keluar rumah. Oleh karena itu, jika kita sudah mendapat hidayah atau karunia dari Allah untuk bisa menjaga atau menutup aurat kita dengan baik, janganlah sekali-kali untuk membukanya. Karena orang lain bisa beranggapan kalau kita itu telanjang.

Rasulullah SAW bersabda :
“ Allah melaknat wanita-wanita yang memakai pakaian, tetapi masih terlihat telanjang”
Bagaimana dengan jilbab zaman sekarang ?
Kebanyakan dari wanita memakai jilbab bukan karena Allah dan bukan untuk menutup auratnya. Namun hanya sebagai penutup kepala karena merasa rambutnya kusam (jelek) dan banyak juga wanita yang memakai jilbab hanya ketika menghadiri acara-acara tertentu atau ketika sedang sekolah saja. Serta jilbab yang mereka pakaipun masih belum menutup dada. Alangkah baiknya, jika tidak hanya ketika sekolah dan menghadiri acara-acara tertentu saja kita memakai jilbab. Namun dalam keseharian hidup pun wajib bagi kita memakai pakaian atau jilbab yang sesuai dengan syariat islam.
Allah Swt berfirman dalam Al Quran surat Al-Ahzab ayat 59 :
Artinya:
Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang-orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk di kenal karena itu mereka tidak di ganggu.Dan Allah adalah maha pengampun dan penyayang”.
Kebanyakan wanita enggan memakai jilbab disebabkan:
v Malu dikatakan sok alim, jika harus berbusana muslimah
v Malu dikatakan orang udik, jika harus memakai pakaian yang menutupi seluruh auratnya
v Malu dikatakan tidak mengikuti perkembangan zaman, jika masih memegang adab dan tata cara islam yang menjadi keagungan nilai dirinya.
Malu yang demikian haruslah cepat dibinasakan. Karena itu semua adalah malu yang salah. Seharusnya:
ü Malulah ketika kita tidak seperti muslimah lainnya berbusana muslimah dan berakhlak mulia.
ü Malulah jika seusia kita ini masih belum berjilbab.
ü Malulah jika kita tidak mampu merubah kejelekan di lingkungan terdekat.
ü Malulah kepada Allah SWT jika ada larangan yang kita langgar dan perintah yang tidak sanggup kita kerjakan.

Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik kepada kita untuk mentaati-Nya dan menetapkan kita dalam istiqomah. Amiin ya Rabbal’alamiin…..

                                                                          
                                                                                                          

Aku bingung dengan dunia kampus




Aku bingung dengan dunia kampus
Masyarakat kampus…
Mereka memiliki kesibukan masing-masing. Ada yang sibuk dengan tugas-tugas kuliah ataupun mengejar IP yang tinggi disetiap semesternya, ada yang sibuk di beberapa organisasi seperti BEM, LDK, dan lain sebagainya.
Aku, yang baru semester 1 saat itu masih penuh dengan rasa penasaran bagaimana sebenanrnya menjadi mahasiswa yang baik. Akhirnya ku ikuti beberapa organisasi di kampus seperti Rohis Fakultas,Rohis Jurusan,dan Hima. Cuma 3? Ya, kupikir itu saja cukup. Walaupun masih ada banyak organisasi yang ingin ku ikuti. Pada awalnya, menjalankan amanah itu terasa enteng dan biasa-biasa saja. Tapi, suatu ketika jika ada kegiatan yang kebetulan berbarengan. Masya Allah, ternyata sulit juga untuk membagi waktunya anatara kuliah, dengan organisasi-organisasi lainnya. Kupaksakan diri untuk mengikuti semua acara, meski sering kali di Hima mengadakan rapat hingga larut malam, esok harinya lansung syuro di Rohis. Setiap hari selalu seperti itu. Hingga lupa diri dengan kondisi badan yang kerap kali kehujanan saat pulang dari kampus malam hari. Kondisi tubuh tidak terurus, tugas kuliahpun menumpuk. Aku, lebih senang tidur setelah pulang kuliah, dan bangun pada saat dini hari untuk mengerjakan semua tugas-tugas kuliah. Suasana saat-saat seperti itu memang kondusif, karena tak ada kicauan dari temen-temen kost yang amat sangat berisik sekali dari menjelang magrib sampai ba’da Isya. Ya, memang seperti itulah kost cewe.
Di hima, aku menemukan sebuah titik kejenuhan. Mengapa? Jujur, rapat malam hari itu membuatku risih! Aku perempuan berhijab rasanya malu bila harus pulang malam. Rasa takut juga sering kali kuhadapi sebagai perempuan yang berjalan di tengah malam yang kerap kali banyak lelaki yang berkerumunan di pinggir jalan. Belum lagi jarak antara kampus  dan kost ku lumayan jauh. Hhhmmm,,, jalani saja lah, jangan banyak mengeluh. Bismillah, dengan niatku semoga tidak terjadi apa-apa.
Kalau cerita di rohis… begini nih, aku menemukan ukhuwah yang begitu kuat di dalam rohis. Mereka semua ramah pada ku, sering kali aku mengikuti kajian-kajian kerohanian. Pada awalnya, aku masih nyaman-nyaman saja mengikuti semua kajian-kajiannya, tapi semenjak semester 2 ini kok ada sesuatu yang menjanggal di hati ya? Setelah kutelusuri ternyata benar! Mereka adalah golongan aktivis dakwah yang membawa bendera partai politik. Aku mulai agak  sedikit kurang sreg nih. Selain itu, aku mendapat informasi dari salah seoarng akhwat yang tinggal di pondok, menjelaskan kalau mereka itu memang sedikit berbeda dengan kita. Hah? Berbeda? Iya. Jika aku melihat sudut pandang torikot seseorang dari NU, mereka memang terelihat berbeda. Tetapi, berbeda bukan berarti menyimpang. Seorang akhwat yang menutupi auratnya dengan pakaian longgar, jilbab lebar, memakai manset tangan, dan kaos kaki kata nya mah bukan dari NU. Ah? Masa? Tapi aku seperti itu. Bukankah aurat perempuan memang harus ditutupi semuanya kecuali muka dan telapak tangan? Itu memang syar’I menurutku, jadi tidaklah harus dipermasalahkan dengan jilbab lebar. Terus mana yang salah?
Ikhwannya pun memakai celana yang agak sedikit naik dari mata kaki. Aku berfikir, ya syah-syah saja mungkin karena celana mereka biar enggak kotor gitu. Bagiku itu tak masalah aslkan dia menutup auratnya dari puser hingga lututnya. Jadi perbedaan itu tak membuatku risih. Tetapi, satu hal yang tak pernah kulihat dari mereka. Mengapa tak terlihat wirid berjama’ah setelah sholat? Mengapa tak ada lagu-lagu sholawatan yang kudengar dari Hp, atau laptopnya? Membaca perzanji pun aku tak pernah kulihat mereka mebacanya? Kenapa yah? Aku yang notabene nya dari keluarga yang bertorikot Nahdlatul Ulama ya memang agak sedikit aneh melihat kondisi itu. Pada saat aku menyebutkan salah satu pondok ahli sunnah wal jama’ah, mereka sepertinya tak menyukai. Lalu. Kenapa? Aku jadi bingung…